MINGGU
KE-12
KASUS-KASUS
ARAHAN DOSEN
1. Kasus Hak Pekerja
Masalah Buruh Domestik
Separah Kasus TKI
BATAM, KOMPAS.com - Permasalahan buruh di dalam negeri
sama parah dan seriusnya dengan berbagai kasus yang menimpa Tenaga Kerja
Indonesia di luar negeri. Bentuk permasalahan, yakni eksploitasi, ternyata juga
dialami tenaga kerja di dalam negeri. Ada persoalan di negara ini di mana apa
yang dialami pekerja dalam negeri sama seriusnya dengan yang dialami TKI di
luar negeri. "Ini terjadi karena jaminan perlindungan yang menjadi
tanggung-jawab negara masih sangat lemah," kata Anggota Subkomisi Mediasi
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) M Ridha Saleh, Kamis (7/7/2011).
Contoh kasus terakhir adalah penganiayaan terhadap
sejumlah pembantu rumah tangga di tempat penampungan PT Tugas Mulia, sebuah
agen penyalur pembantu rumah tangga di Batam. Kasus ini terungkap setelah
sebagian pembantu rumah tangga lari dari tempat penampungan pada 19 Juni.
Fakta yang dihimpun Komnas HAM pasca kejadian, menurut
Ridha, setidaknya ada empat hal yang semuanya bermuara pada praktik
eksploitasi. Hal itu meliputi perampokan terhadap hak-hak buruh, tindak
kekerasan, tindak asusila, dan adanya kasus tenaga kerja meninggal dunia. Sebanyak
sembilan tenaga kerja yang lari dari PT Tugas Mulia telah melaporkan kasus
tersebut ke polisi. Sejauh ini, polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni
Budi Sembiring dan Hodi alias Asiong, masing-masing adalah sopir dan tangan
kanan bos PT Tugas Mulia.
"Tidak menutup
kemungkinan, praktik eksploitasi seperti ini juga terjadi di
perusahaan-perusahaan lain baik di Batam maupun di kota-kota lainnya,"
kata Ridha.
Berdasarkan catatan Kompas, eksploitasi tenaga kerja juga
terjadi di sebagian perusahaan galangan kapal di Batam yang menyerap ribuan
tenaga kerja. Contohnya berupa upah rendah, tunjangan nihil, Jamsostek tak
jelas, dan status kontrak dilestarikan dengan cara buruh diping-pong dari
perusahaan subkontraktor satu ke perusahaan subkontraktor lainnya.
Ketua Konsulat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia
Kota Batam Nurhamli menyatakan, terjadi ketimpangan antara tuntutan dan risiko
kerja di satu sisi dengan imbalan di sisi lain. Buruh di mata perusahaan hanya
dinilai sebagai mesin produksi sehingga biayanya harus ditekan seminimal mungkin.
Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Batam Riky Indrakari,
menyatakan, telah terjadi eksploitasi dan perdagangan terhadap buruh galangan
kapal. Lemahnya pengawasan mulai dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
sampai Dinas Tenaga Kerja Kota Batam menyebabkan pelanggaran terus terjadi.
"Bahkan saya
berani bilang, telah terjadi perbudakan atas buruh galangan kapal. Dan ini
dilakukan secara serentak oleh berbagai oknum yang mencari keuntungan
pribadi," kata Riky.
2. Kasus Iklan Tidak Etis
Contoh lain dijumpai pada produk sabun C****. Visual
iklan menampilkan seorang gadis Jawa mandi dengan setting sebuah desa alami dan
sejuk. Di sini kesan tradisional terasa kental. Setelah beberapa kali muncul di
televisi dan dievaluasi ternyata persepsi image yang diharapkan melenceng.
Segmentasi pasar yang diharapkan adalah kelas menengah ke atas, tetapi justru
yang banyak membeli sabun Citra kelas menengah bawah utamanya wanita pedesaan. Akhirnya visual iklan
harus diubah.Setting visual tak lagi mandi di desa, tapi memakai bak mandi yang
serba “wah”.Kemenarikan dan mahalnya suatu iklan tidak bisa dijadikan ukuran
keberhasilan suatu iklan. Disini persepsi komunikan terhadap iklan ternyata
lebih menentukan.
3. Kasus Etika
Pasar Bebas
Kasus Etika Bisnis
Indomie Di Taiwan
Akhir-akhir ini makin banyak
dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang
mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada
pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan
ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang
mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama
perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran
etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan
yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di
Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari
produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang mendapat
larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang
berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam
Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat).
Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan
pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis
produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk
sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat
perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait
produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX
DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010).
Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai,
apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat
berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang
praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu
methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan
pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya
ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik
sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah
juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie
ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga
berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia
yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi,
lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman
untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg
nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan
berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko
terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang
merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu
kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk
pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang
dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena
standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar