Senin, 22 Desember 2014

TUGAS 6 SOFTSKILL ETIKA BISNIS ( INDIVIDU)




MINGGU KE-14
KASUS-KASUS



1. Kasus BUMN

  Menjelang akhir tahun 2013 tentunya perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki permasalahan di berbagai aspek baik ekonomi, hukum, politik, dan sosial. Permasalahan yang dihadapi itu bukanlah hal sepele, bahkan bisa menyentuh berbagai kalangan pejabat baik di timgkat direksi BUMN, jajaran menteri sampai pejabat legislatif. Berikut adalah catatan kasus-kasus yang menimpa perusahaan BUMN di sepanjang tahun 2013 yang dikumpulkan redaksi Gresnews.com:


1. Politisi Senayan Memeras PT Rajawali Nusantara Indonesia/RNI (Persero)
  
Kasus dugaan pemerasan gula tersebut diawali dengan adanya pernyataan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang menyatakan ada upaya pemerasan oleh para politisi DPR kepada sejumlah perusahaan BUMN. Setelah laporan tersebut, Direktur Utama PT RNI (Persero) Ismed Hasan Putro mengaku ada beberapa anggota DPR yang meminta kepada perusahaannya jatah 2.000 ton gula dengan alasan untuk dibagikan ke daerah pemilihan.

Nama anggota DPR yang disebut yaitu Idris Sugeng. Ismed mengaku dirinya menolak permintaan Idris, kemudian pada akhirnya Idris terpaksa membeli sebanyak 6 ton gula. Kasus pemerasan para politisi kepada perusahaan BUMN bukan hanya dialami oleh PT RNI, tetapi PT Merpati Nusantara Airlines pada saat kepemimpinan Rudy Setyopurnomo.


2. PT Sang Hyang Seri Terlibat Korupsi Benih Hibrida

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memecat Direktur Utama PT Sang Hyang Seri/SHS (Persero) Kaharuddin karena ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit hibrida di Kementerian Pertanian. Padahal pada saat pengangkatan Kaharuddin sebagai Direktur Utama PT SHS, Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta agar tidak tergantung kepada proyek-proyek yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian. pasalnya dalam proyek-proyek yang diselenggarakan sering menimbulkan permasalahan seperti proyek untuk pengadaan bibit dan pupuk decomposer.

Kasus ini bermula ketika Kementerian Pertanian melakukan pengadaan benih hibrida di sejumlah daerah pada tahun 2008 hingga tahun 2012. Kejaksaan menduga PT SHS memenangi tender proyek dengan rekayasa bahkan kontrak pengelolaan cadangan benih nasional sebesar lima persen tidak disalurkan ke kantor regional di beberapa daerah. Kejaksaan Agung menduga PT SHS melakukan rekayasa penentuan harga komoditas dan pengadaan benih program cadangan nasional fiktif.

Selain Kaharuddin, Kejaksaan Agung pun telah menahan empat orang tersangka dalam kasus tersebut diantaranya adalah mantan Direktur Keuangan dan SDM PT SHS tahun 2008-2011 Rachmat, mantan Direktur Produksi PT SHS tahun 2008-2011 Yohanes Maryadi Padyaatmaja, mantan Direktur Litbang PT SHS tahun 2008-2011 Nizwan Syafaat.


3. Permasalahan Tenaga Kerja Outsourcing BUMN Tak Kunjung Selesai

Hampir setahun permasalahan tenaga kerja outsourcing BUMN tidak pernah menemukan kejelasan. Bahkan dari bulan Maret 2013 hingga saat ini Kementerian BUMN belum juga mengeluarkan kebijakan khusus dalam penyelesaian masalah tenaga kerja outsourcing. Padahal Dahlan mengaku sudah memiliki konsep untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, akan tetapi konsep tersebut hingga sekarang tak kunjung diungkapkan.

Kemudian Dahlan juga mengeluarkan kebijakan kepada seluruh perusahaan BUMN untuk tidak mengikutsertakan perusahaan penyedia tenaga kerja outsoucing yang tidak menjanjikan jenjang karir bagi tenaga kerja di perusahaan BUMN. Bahkan Dahlan berjanji akan menaikkan gaji pegawai outsourcing di BUMN. Dahlan menjanjikan gaji terkecil bagi pekerja outsourcing BUMN harus 10 persen diatas UMP. Jika tidak diindahkan, Dahlan mengancam akan mencopot jabatan Direktur Utama.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar juga ikut-ikutan mengancam akan memberikan sanksi kepada perusahaan BUMN jika masih memperkerjakan tenaga kerja outsourcing diluar dari lima jenis pekerjaan diantaranya cleaning service, keamanan, driver, catering dan jasa migas pertambangan. Hal itu tertuang melalui Permenakertrans No 12 Tahun 2012.

Namun pada perkembangannya Menteri BUMN, Dahlan Iskan malah mengeluarkan surat edaran ke seluruh perusahaan BUMN yang berisi enam poin yang salah satunya menegaskan pembentukan satgas outsourcing. Namun para buruh menilai surat edaran yang dikeluarkan oleh Dahlan tidak menjawab permasalahan tenaga kerja outsourcing BUMN. Apalagi satgas yang dijanjikan akan beranggotakan para pekerja, manajemen perusahaan BUMN dan Kementerian BUMN itu juga gagal terbentuk.

Akhirnya DPR pun mengingat Dahlan Iskan dan perusahaan BUMN agar menjalankan rekomendasi yang dikeluarkan berdasarkan kesepakatan bersama antara Komisi IX DPR RI dengan Menteri BUMN, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta perusahaan BUMN. Rekomendasi itu diantaranya adalah penghapusan sistem outsourcing di lingkungan BUMN. Namun hingga kini rekomendasi itu itu tak juga dilaksanakan hingga DPR pun sampai pada tahap habis kesabaran. Komisi IX DPR-RI berencana akan melayangkan hak interplasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.


4. Praktik Monopoli Pelindo II Berujung Aksi Mogok Serikat Pekerja

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan PT Pelindo II (Persero) telah melanggar pasal 19 UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat. Pelindo II juga diharuskan menghapus klausul perjanjian tertutup dengan 20 perusahaan yang menggunakan jasa bongkar muat di pelabuhan Teluk Bayur, Sumatera Barat. Atas pelanggaran tersebut KPPU memerintahkan PT Pelindo II (Persero) membayar denda Rp 4 miliar dan harus disetor.

Memang Pelindo II telah memiliki anak usaha yang tidak hanya mengurusi pelabuhan BUMN, bahkan masuk ke bisnis bongkar muat hingga logistik misalnya seperti PT Integrasi Logistik Cipta Solusi, PT Jasa Peralatan Pelabuhan Indonesia dan PT Pelabuhan Petikemas Indonesia. Akibat tindakan monopoli yang dilakukan oleh Pelindo II banyak perusahaan bongkar muat lainnya menjadi merugi.

Sebelum KPPU memutuskan Pelindo II bersalah dalam melakukan tindakan monopoli. Untuk pertama kalinya di tahun 2013, gabungan perusahaan jasa kepelabuhan mitra operator Pelindo II melakukan mogok total. Aksi mogok tersebut dikarenakan Pelindo menguasai hulu sampai hilir pelabuhan.

Kepemimpinan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) RJ Lino bukan hanya diguncang aksi mogok akibat praktik monopoli tetapi juga harus menghadapi ketidakpuasan Serikat Pekerja PT Pelindo II akibat cara kepemimpinannya. Serikat Pekerja Pelindo II tidak puas dengan cara kepemimpinan RJ Lino karena kebijakannya berencana mencari utang sebesar Rp20 triliun kepada World Bank selain itu penunjukkan proses konsultan pelabuhan tanpa melalui mekanisme tender. Kemudian pengalokasian alat produksi yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Akibatnya Serikat Pekerja sepakat untuk meletakkan jabatannya dan hendak melakukan mogok kerja dan menggandeng pengacara beken, Yusril Ihza Mahendra.


5. Dugaan Kasus Korupsi PLTU Belawan Libatkan Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji dan Menteri BUMN Dahlan Iskan

Kejaksaan Agung memeriksa Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji atas dugaan Tindak Pidana Korupsi pengadaan flame turbin GT2.1 & GT 2.2. Kasus korupsi di PLN Belawan tersebut terjadi pada tahun anggaran 2012, dimana dalam pengadaan barang dan jasa maupun sparepart dilakukan melalui penunjukkan langsung rekanan pelaksana.

Dalam kasus tersebut diduga telah terjadi penggelebungan harga (mark up) satuan barang dan negara dirugikan. Total anggaran untuk penadaan barang, jasa dan onderdil pada tahun anggaran 2012 diperuntukkan untuk PLTU Blok 2 Belawan bernilai Rp553 miliar.

Sementara itu, Asosiasi Kontraktor Kelistrikan Indonesai (AKKLINDO) menduga pemeriksaan Kejaksaan Agung terhadap Direktur Utama PT PLN NUr Pamudjoi dan direksi lainnya memiliki potensi mengkaburkan kasus sebenarnya. Seharusnya yang bertanggung jawab atas kasus tersebut adalah Dahlan Iskan karena pelaksanaan tender LTE GT 2.1 dan 2.2 kala itu Dahlan sebagai Direktur Utama PLN dan Nur Pamudji sebagai Direktur Energi Primer.

Awalnya Direksi PLN sepakat menyatakan Mapna Co. memenuhi kualifikasi untuk diundang dalam tender pengadaan barang spare part GT Siemens tipe V.94.2. Namun pada awal tahun 2013 Direksi PLN memutuskan pembatalan proses langsung kepada Siemens yang sedang berlangsung. Bahkan PLN meminta kepada panitia tender untuk melaksanakan tender pemilihan langsung dengan peserta dibatasi yang hanya diikuti Siemens AG (Jerman), Ansaldo Energia (Italia) dan Mapna Co. (Iran).

Dalam proses pelakasanaan tender, PLN akhirnya menunjuk Mapna Co dibandingkan Siemens AG meskipun harga yang ditawarkan lebih mahal untuk pengadaan LTE GT tersebut. Apalagi Mapna ternyata tidak memenuhi syarat kelayakan operasional dan finansial. Bahkan panitia tender juga tidak melakukan pengecekan ke Mapna, diduga direksi PLN telah melakukan intervensi kepada panitia tender.



            2. Kasus Merger

   Merger merupakan sebuah perjanjian untuk melebur dua atau lebih perusahaan menjadi sebuah perusahaan baru dimana sebuah perusahaan yang besar akan menguasai sebagian besar sumber daya perusahaan hasil peleburan tersebut. Merger terjadi ketika perusahaan yang melebur tersiri dari perusahaan besar dan perusahaan kecil. Berikut ini adalah contoh dari kasus merger tersebut. Silahkan dinikmati

1).  Merger Bank CIMB. Merupakan kasus merger yang terjadi pada Bank Niaga dan Bank Lippo. Bank Niaga didirikan pada 26 September 1955, dan saat ini lnerupakan bank ke-7 terbesar di Indonesia berdasarkan aset serta ke-2 terbesar di segmen Kredit Kepemilikan Rumah dengan pangsa pasar sekitar 9-10%. Bumiputra-Commerce Holdings Rerhad (BCHB) memegang kepemilikan mayoritas sejak 25 November2002, kemudian dialihkan kepada CIMB Group, anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh RCHB, pada 16 Agustus 2007. Bank Lippo didirikan pada bulan Maret 1948. Menyusul merger dengan PT Bank Unium Asia. Bank Lippo mencatatkan sahamnva di Bursa Efek pada November 1989. Pemerintah RI menjadi pemegang sahaln mayoritas di Bank Lippo melalui program rekapitalisasi yang dilaksanakan pada 28 Mei 1999. Pada tanggal 30 September 2005, setelah memperoleh persetu-iuan Bank Indonesia, Khazanah IVasional Berhad mengakuisisi kepemilikan mayoritas di Bank Lippo.
   
PT. Bank CTMB Niaga-Tbk berdiri pada tanggal 1 November 2008. PT. Bank CIMB Niaga merupakan hasil merger antara PT. Bank Niaga (Persero) Tbk dengan PT. Bank Lippo (Persero) Tbk. Proses merger dilakukan dengan cara Commerce International Merchant Bankers (CIMB) Group membeli 51 persen saham Bank Lippo yang dimiliki oleh Santubong Ventures. anak usaha dari Khazanah. Khazanah sendiri adalah perusahaan besar dibidang keuangan asal Malaysia. Total pembelian saham Bank Lippo oleh CIMB Group Rp 5,9 triliun atau setara 2.1 miliar ringgit Malaysia.

Sebagai gantinya Khzanah akan memperoleh 207,l Juta lembar saham baru di Bank Bumlputera - Commerce Holding Berhard (BCHB) yakni perusahan pemilik CIMB Group. Seluruh saham Bank Lippo akan ditukar menjadi sahani Rank Niaga dengan rasio 2,822 saham Bank Niaga per I lembar saham Bank Lippo. Seluruh asset dan kewajiban Bank Lippo akan dialihkan ke Bank Niaga. Dalam proses merger tersebut CIMB menawarkan fasilitas voluntary dan standby facility yang memungkinkan pemegang saham minoritas dikedua bank untuk melepas saham mereka dan tidak berpartisipasi dalam proses merger.

2).   Merger Bank Danamon Danamon yang merupakan contoh kasus merger kedua, didirikan pada tahun 1956 dengan nama Bank Kopra Indonesia. Nama ini kemudian berubah menjadi PT Bank Danamon Indonesia pada tahun 1976 sampai sekarang. Pada tahun 1988, Danamon menjadi bank devisa dan setahun kemudian adalah publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Sebagai akibat dari krisis keuangan Asia di tahun 1998, pengelolaan Danamon dialihkan di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai BTO (Bank Taken Over). Di tahun 1999, Pemerintah Indonesia melalui BPPN, melakukan rekapitalisasi sebesar Rp32,2 triliun dalam bentuk obligasi pemerintah. Sebagai bagian dari program estrukturisasi, di tahun yang sama PT Bank PDFCI, sebuah BTO yang lain, melakukan merger yang kemudian mengubah nama menjadi bagian dari Danamon. Kemudian di tahun 2000, delapan BTO lainnya (Bank Tiara, PT Bank Duta Tbk, PT Bank Rama Tbk, PT Bank Tamara Tbk, PT Bank Nusa Nasional Tbk, PT Bank Pos Nusantara, PT Jayabank International dan PT Bank Risjad Salim Internasional) dilebur ke dalam Danamon. Sebagai bagian dari paket merger tersebut, Danamon menerima program rekapitalisasinya yang ke dua dari Pemerintah melalui injeksi modal sebesar Rp 28,9 triliun. Sebagai surviving entity, Danamon bangkit menjadi salah satu bank swasta terbesar di Indonesia.





            3. Kasus Akuisisi

  Akuisisi merupakan pembelian mayoritas saham sebuah perusahaan oleh individu ataupun organisasi. Akuisisi domaksudkan agar perusahaan yang diakuisisi dapat dimaksimalkan sumber dayanya untuk kepentingan perusahaan utama dan kepentingan perusahaan yang diakuisisi tersebut.
 Perusahaan yang diakuisisi akan melaksanakan semua kegiatannya secara normal namun kemudian pertanggung jawabbanya tidak lagi pada perusahaan itu sendiri, namun kepada perusahaan pengakuisisi yang bertindak sebagai induk perusahaan.

1). Aqua yang diakuisisi Danone. Contoh pertama dari kasus akuisisi adalah Aqua yang merupakan produsen air minum dalam kemasan terbesar di Indonesia. Dimana merek Aqua sudah identik dengan air minum. Dimana ketika seseorang hendak menebut air minum. Mereka lebih cenderung mengatakan Aqua meskipun sebenarnya mereknya berbeda. Aqua adalah sebuah merek air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi oleh Aqua Golden Mississipi di Indonesia sejak tahun 1973. Selain di Indonesia, Aqua juga dijual di Singapura. Aqua adalah merek AMDK dengan penjualan terbesar di Indonesia dan merupakan salah satu merek AMDK yang paling terkenal di Indonesia, sehingga telah menjadi seperti merek generik untuk AMDK. Di Indonesia, terdapat 14 pabrik yang memroduksi Aqua. Pada tahun 1998, karena ketatnya persaingan dan munculnya pesaing-pesaing baru, Lisa Tirto sebagai pemilik Aqua Golden Mississipi sepeninggal ayahnya Tirto Utomo, menjual sahamnya kepada Danone pada 4 September 1998. Akusisi tersebut dianggap tepat setelah beberapa cara pengembangan tidak cukup kuat menyelamatkan Aqua dari ancaman pesaing baru. Langkah ini berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA sebagai produsen air mineral dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2000, bertepatan dengan pergantian milenium, Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua. Pasca Akuisisi DANONE meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama dari 40 % menjadi 74 %, sehingga Danone kemudian menjadi pemegang saham mayoritas Aqua Group.

2).  Akuisisi BenQ terhadap Siemens. Contoh kedua dari kasus akuisisi adalah pembelian sebagian besar saham Siemens oleh BenQ. Siemens merupakan sebuah produsen pronsel dari jerman ini didirikan pada 12 Oktober 1847 oler werner von siemens. Setelah sempat menjadi penguasa pasar eropa, kemudian pada tahun 2005 Siemens mengalami kerugian operasional sebesar US$ 170 juta, setelah pangsa pasarnya terus mengalami penurunan. Saat ini, Siemens hanya menguasai sekitar 5% pasar ponsel dunia, sangat jauh tertinggal dari Nokia yang menguasai 30% pasar. Kerugian yang didapat tersebut kemudian memaksa Siemenas menjual saham pada BenQ yang kemudian BenQ akan menggunakan merek Siemens dalam produknya selama lima tahun sebagai akibat dari perjanjian akuisisi tersebut. Perusahaan Taiwan tersebut juga akan melakukan take over terhadap 6.000 pekerja namun hanya sebagai karyawan kontrak.

Kalangan analis pasar modal menilai, langkah Siemens untuk mengalihkan unit ponselnya ke BenQ melalui akuisisi yang dilakukan BenQ adalah yang terbaik daripada meningkatkan dana tunai untuk mempertahankan kestabilan bisnis. Dalam penutupan perdagangan di Bursa Efek Frankfurt kemarin, saham Siemens naik EUR 1.19 atau 1,94 persen menjadi EUR 62,40.



            
            
            4. Kasus Tender

Persekongkolan dan Manipulasi Dalam Tender Yang Mengakibatkan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

    Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang segala bentuk cara persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain dengan tujuan mengatur atau menentukan pemenang suatu tender. Hal itu jelas perbuatan curang dan tidak fair terutama bagi peserta tender lainya. Sebab sudah inherent dalam istilah ‘tender’ bahwa pemenangnya tidak dapat diatur melainkan siapa yang melakukan bid yang baik dialah yang menang. Karena itu segala bentuk persengkongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender dapat mengakibatkan terjadinya suatu persaingan usaha yang tidak sehat. Penjelasan Pasal 22 dari UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dimaksud tender adalah tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk mengadakan suatu jasa. Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengasumsikan bahwa persekongkolan terjadi diantara para pelaku usaha, dengan demikian penerapan ketentuan tersebut harus menyepakati dua kondisi, yaitu pihak-pihak tersebut harus berpartisipasi, dan harus menyepakati persekongkolan.

    Persekongkolan ini ditujukan untuk mengakibatkan tender kolusif, artinya para pesaing sepakat untuk mempengaruhi hasil tender demi kepentingan salah satu pihak dengan tidak mengajukan penawaran atau mengajukan penawaran pura-pura. Manipulasi tender adalah kesepakatan antara para pihak agar pesaing memenangkan suatu tender. Kesepakatan ini dapat dicapai oleh satu atau lebih peserta tender yang sepakat menahan diri untuk tidak mengajukan penawaran atau oleh para peserta tender yang menyepakati satu peserta dengan dengan harga lebih rendah dan kemudian menawarkannya di atas harga perusahaan yang direncanakan (dan dinaikkan). Proses pelelangan dirancang untuk meningkatkan keadilan dan menjamin bahwa harga yang serendah mungkin yang diterima. Manipulasi harga dalam suatu tender akan menghancurkan proses kompetitif ini. Kasus ini sering terjadi atas proyek-proyek pemerintah.Praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam proyek pemerintah telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat alam usaha memenangkan tender proyek tersebut, persaingan yang tidak sehat ini membuka peluang terjadinya monopoli orang atau perusahaan tertentu dalam proyek-proyek yang berkaitan dengan pemerintah dan pada gilirannya merugikan masyarakat umum. Mekanisme manipulasi dalam tender sangat beragam dan bervariasi, tetapi umumnya termasuk dalam kategori berikut ini:

1. tekanan penawaran.
   Satu atau lebih pesaing setuju menahan diri untuk tidak mengikuti tender atau untuk menarik penawaran yang telah diajukan sebelumnya agar perusahaan lain dapat memenangkan pelelangan itu. Pihak-pihak dalam kesepakatan secara administratif atau melalui pengadilan dapat menantang penawaran perusahaan-perusahaan yang bukan merupakan pihak dalam kesepakatan atau dengan cara lain berupaya mencegah mereka mengikuti lelang, misalnya dengan menolak untuk mensuplai bahan-bahan atau surat penawaran untuk sub kontrak.

2. penawaran pelengkap.
 Perusahaan-perusahaan yang bersaing sepakat diantara mereka sendiri siapa yang seharusnya memenangkan lelang dan kemudian setuju bahwa yang lainnya akan mengajukan harga-harga penawaran yang pura-pura tinggi untuk menciptakan penampilan persaingan yang bersemangat, atau perusahaan-perusahaan yang kalah dapat mengajukan harga-harga kompetitif tetapi disertai dengan syarat-syarat lain yang tidak dapat diterima.

3. rotasi penawaran.
    Para pesaing bergiliran menjadi pemenang lelang, sedangkan yang lain mengajukan harga yang tinggi.

  
   Perusahaan-perusahaan yang bersepakat itu secara umum akan mencoba membuat tender-tender dimenangkan secara merata oleh masing-masing dari waktu ke waktu, pola rotasi yang teratur merupakan petunjuk adanya persekongkolan dalam tender tersebut.Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 mencakup konspirasi tender, yaitu suatu hambatan persaingan yang seringkali dianggap sangat serius. Jika hasil pengumuman tender menguntungkan salah satu peserta yang mengambil bagian, maka tender tersebut secara tersirat mengandung pembatasan persaingan harga.

  Persengkongkolan tender terjadi apabila pesaing menyepakati mempengaruhi hasil tender untuk kepentingan salah satu pihak, dengan cara tidak mengajukan penawaran atau mengajukan penawaran yang pura-pura saja, dengan penawaran harga tertinggi yang terkoordinasi, yang mengharap bahwa kontrak diberikan kepada penawar yang memasukkan penawaran tertinggi. Perilaku tersebut biasanya didasarkan pada harapan bahwa pihak yang tidak mengikuti tender bersangkutan akan mendapatkan giliran pada tender yang akan datang berdasarkan kegiatan kolusif yang dilakukan. Tender kolusif biasanya bermaksud untuk meniadakan persaingan harga dan menaikkan harga.

   Dalam kaitan ini UNCTAD, menyatakan bahwa partisipasi dalam persengkongkolan tender terdapat dalam berbagai bentuk, yaitu perjanjian untuk mengajukan penawaran identik perjanjian yang menentukan siapa yang mengajukan penawaran yang termurah, perjanjian tentang penawaran yang secara sukarela terlalu mahal (cover bid), perjanjian tidak akan bersaing satu sama lain dalam mengajukan penawaran, perjanjian standar umum untuk menentukan harga atau kondisi tender, perjanjian ‘memeras’ peserta tender luar, perjanjian yang sebelumnya mengatur pemenang tender atas rotasi atau alokasi geografis atau alokasi pelanggaran. Perjanjian-perjanjian dapat meliputi sistim penyediaan ganti rugi untuk peserta tender yang tidak berhasil berdasarkan persentase tertentu dari laba yang diperoleh peserta yang berhasil untuk dibagikan kepada peserta yang tidak berhasil pada akhir jangka waktu tertentu.

    Persekongkolan juga bertujuan untuk melakukan tender kolusif, jika posisi yang melakukan tender dapat diklasifikasikan sebagai pelaku usaha yang bersepakat dengan seorang penawar individu potensial untuk mempengaruhi hasil pengumuman tender untuk keuntungan penawar yang bersangkutan dengan tidak lagi memperhatikan penawaran yang diajukan oleh penawar lainnya. Pada umumnya, tender kolusif diperlakukan sebagai per se illegal. Namun demikian, Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menetapkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini akan diperiksa dengan pendekatan rule of reason. Kalimat yang menyatakan “…dapat mengakibatkan terjadinya…” mengandung pengertian bahwa tender kkolusif “boleh” dilakuakan asal tidak “…mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.

   Ketentuan ini berbeda dengan pengaturan tender di negara mana pun, dan akan mempersulit badan pengawas persaingan usaha, untuk membuktikan apakah tindakan tersebut mendukung atau merusak persaingan. Hal ini mengingat tender kolusif sama sekali tidak berkaitan dengan struktur pasar (strucutre), dan tidak terdapat unsur pro-persaingan sama sekali. Tender kolusif lebih mengutamakan prilaku (behavior) berupa perjanjian untuk bersekongkol (conspiracy) yang pada umumnya dilakukan secara diam-diam. Oleh karena itu, terhadap persekongkolan penawaran tender seharusnya menggunakan pendekatan per se illegal.

   Bagaimanapun juga, tender kolusif sebagai koordinasi persaingan harga merupakan pembatasan persaingan usaha yang horizontal untuk pembahasan secara terperinci apakah pihak-pihak yang terkait dianggap pesaing. Persekongkolan yang bertujuan mengakibatkan terjadinya tender kolusif hanya dilarang jika dapat mengarah ke persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 6. persaingan usaha tidak sehat dapat dibandingkan dengan efek suatu kartel, yaitu kriteria yang terdapat dalam hambatan terhadap alternatif yang dimiliki pihak lawan dalam pasar dan/atau kebebasan ekonomi untuk bertindak yang dimiliki oleh pihak luar kartel, dan efek kewajiban eksklusivitas yang khususnya membatasi saluran/sumber pasokan para pesaing dari pelaku usaha yang menyebabkan hal tersebut.

   Oleh karena itu, hambatan hukum untuk memulai penyelidikan hal ini berbeda, yaitu bahwa dalam persekongkolan antara pelaku persaingan usaha harus ditegaskan tentang kemungkinan yang cukup bagi terjadinya pembatasan kebebasan bertindak pihak luar kartel dan/atau pihak lawan dalam pasar, dan dalam persekongkolan antara pembeli dan pemasok pun harus ditegaskan tentang kemungkinan yang cukup bagi pembatasan peluang terciptanya pasar para pesaing dari pelaku usaha yang menyebabkan hal tersebut. Persyaratan-persyaratan inilah yang selalu ada dalam persekongkolan untuk mencapai tender kolusif.

   Apabila terjadi suatu kartel tender kolusif, maka pihak yang mengumumkan tender (bid inviting party) akan mengalami keterbatasan dalam hal memilih peluang. Apabila terjadi perjanjian antara pihak yang mengumumkan tender dan seorang penawar yang potensial, maka penawar potensial yang lainnya akan kehilangan saluran penjualan/sumber pasokan yang mereka miliki. Namun dalam hal ini perlu diperhatikan De minimis rule, adalah merupakan prinsip umum bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dibuat atas dasar berat kuantitatif dan/atau kualitatif dari hambatan persaingan.

   Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa lingkup tindakan dari pihak lawan dalam pasar dan/atau pihak di luar kartel atau para pesaing yang terkena pengaruh tidak hanya harus terpengaruh secara abstrak dan teoritis, tetapi juga harus terpengaruh secara kongkrit dan nyata. UNCTAD menyatakan bahwa “De minimis exemptions are those which are granted for transactions involving firms with turover or market share below a certain threshold, which are not consider to affect competition significantly enough to make it necessary for the law to be made applicable to them or to be applied by them.”


SUMBER :






Tidak ada komentar:

Posting Komentar