MINGGU
KE-14
KASUS-KASUS
1. Kasus
BUMN
Menjelang
akhir tahun 2013 tentunya perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki
permasalahan di berbagai aspek baik ekonomi, hukum, politik, dan sosial.
Permasalahan yang dihadapi itu bukanlah hal sepele, bahkan bisa menyentuh
berbagai kalangan pejabat baik di timgkat direksi BUMN, jajaran menteri sampai
pejabat legislatif. Berikut adalah catatan kasus-kasus yang menimpa perusahaan
BUMN di sepanjang tahun 2013 yang dikumpulkan redaksi Gresnews.com:
1. Politisi Senayan Memeras PT
Rajawali Nusantara Indonesia/RNI (Persero)
Kasus
dugaan pemerasan gula tersebut diawali dengan adanya pernyataan dari Menteri
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang menyatakan ada upaya
pemerasan oleh para politisi DPR kepada sejumlah perusahaan BUMN. Setelah
laporan tersebut, Direktur Utama PT RNI (Persero) Ismed Hasan Putro mengaku ada
beberapa anggota DPR yang meminta kepada perusahaannya jatah 2.000 ton gula
dengan alasan untuk dibagikan ke daerah pemilihan.
Nama
anggota DPR yang disebut yaitu Idris Sugeng. Ismed mengaku dirinya menolak
permintaan Idris, kemudian pada akhirnya Idris terpaksa membeli sebanyak 6 ton
gula. Kasus pemerasan para politisi kepada perusahaan BUMN bukan hanya dialami
oleh PT RNI, tetapi PT Merpati Nusantara Airlines pada saat kepemimpinan Rudy
Setyopurnomo.
2. PT Sang Hyang Seri Terlibat
Korupsi Benih Hibrida
Kementerian
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memecat Direktur Utama PT Sang Hyang Seri/SHS
(Persero) Kaharuddin karena ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung
atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit hibrida di Kementerian
Pertanian. Padahal pada saat pengangkatan Kaharuddin sebagai Direktur Utama PT
SHS, Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta agar tidak tergantung kepada proyek-proyek
yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian. pasalnya dalam proyek-proyek
yang diselenggarakan sering menimbulkan permasalahan seperti proyek untuk
pengadaan bibit dan pupuk decomposer.
Kasus
ini bermula ketika Kementerian Pertanian melakukan pengadaan benih hibrida di
sejumlah daerah pada tahun 2008 hingga tahun 2012. Kejaksaan menduga PT SHS
memenangi tender proyek dengan rekayasa bahkan kontrak pengelolaan cadangan
benih nasional sebesar lima persen tidak disalurkan ke kantor regional di
beberapa daerah. Kejaksaan Agung menduga PT SHS melakukan rekayasa penentuan
harga komoditas dan pengadaan benih program cadangan nasional fiktif.
Selain
Kaharuddin, Kejaksaan Agung pun telah menahan empat orang tersangka dalam kasus
tersebut diantaranya adalah mantan Direktur Keuangan dan SDM PT SHS tahun
2008-2011 Rachmat, mantan Direktur Produksi PT SHS tahun 2008-2011 Yohanes
Maryadi Padyaatmaja, mantan Direktur Litbang PT SHS tahun 2008-2011 Nizwan
Syafaat.
3. Permasalahan Tenaga Kerja
Outsourcing BUMN Tak Kunjung Selesai
Hampir
setahun permasalahan tenaga kerja outsourcing BUMN tidak pernah menemukan
kejelasan. Bahkan dari bulan Maret 2013 hingga saat ini Kementerian BUMN belum
juga mengeluarkan kebijakan khusus dalam penyelesaian masalah tenaga kerja
outsourcing. Padahal Dahlan mengaku sudah memiliki konsep untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut, akan tetapi konsep tersebut hingga sekarang tak kunjung
diungkapkan.
Kemudian
Dahlan juga mengeluarkan kebijakan kepada seluruh perusahaan BUMN untuk tidak
mengikutsertakan perusahaan penyedia tenaga kerja outsoucing yang tidak
menjanjikan jenjang karir bagi tenaga kerja di perusahaan BUMN. Bahkan Dahlan
berjanji akan menaikkan gaji pegawai outsourcing di BUMN. Dahlan menjanjikan
gaji terkecil bagi pekerja outsourcing BUMN harus 10 persen diatas UMP. Jika
tidak diindahkan, Dahlan mengancam akan mencopot jabatan Direktur Utama.
Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar juga ikut-ikutan mengancam
akan memberikan sanksi kepada perusahaan BUMN jika masih memperkerjakan tenaga
kerja outsourcing diluar dari lima jenis pekerjaan diantaranya cleaning
service, keamanan, driver, catering dan jasa migas pertambangan. Hal itu
tertuang melalui Permenakertrans No 12 Tahun 2012.
Namun
pada perkembangannya Menteri BUMN, Dahlan Iskan malah mengeluarkan surat edaran
ke seluruh perusahaan BUMN yang berisi enam poin yang salah satunya menegaskan
pembentukan satgas outsourcing. Namun para buruh menilai surat edaran yang
dikeluarkan oleh Dahlan tidak menjawab permasalahan tenaga kerja outsourcing
BUMN. Apalagi satgas yang dijanjikan akan beranggotakan para pekerja, manajemen
perusahaan BUMN dan Kementerian BUMN itu juga gagal terbentuk.
Akhirnya
DPR pun mengingat Dahlan Iskan dan perusahaan BUMN agar menjalankan rekomendasi
yang dikeluarkan berdasarkan kesepakatan bersama antara Komisi IX DPR RI dengan
Menteri BUMN, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta perusahaan BUMN.
Rekomendasi itu diantaranya adalah penghapusan sistem outsourcing di lingkungan
BUMN. Namun hingga kini rekomendasi itu itu tak juga dilaksanakan hingga DPR
pun sampai pada tahap habis kesabaran. Komisi IX DPR-RI berencana akan
melayangkan hak interplasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
4. Praktik Monopoli Pelindo II
Berujung Aksi Mogok Serikat Pekerja
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan PT Pelindo II (Persero) telah
melanggar pasal 19 UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak
Sehat. Pelindo II juga diharuskan menghapus klausul perjanjian tertutup dengan
20 perusahaan yang menggunakan jasa bongkar muat di pelabuhan Teluk Bayur,
Sumatera Barat. Atas pelanggaran tersebut KPPU memerintahkan PT Pelindo II
(Persero) membayar denda Rp 4 miliar dan harus disetor.
Memang
Pelindo II telah memiliki anak usaha yang tidak hanya mengurusi pelabuhan BUMN,
bahkan masuk ke bisnis bongkar muat hingga logistik misalnya seperti PT
Integrasi Logistik Cipta Solusi, PT Jasa Peralatan Pelabuhan Indonesia dan PT
Pelabuhan Petikemas Indonesia. Akibat tindakan monopoli yang dilakukan oleh
Pelindo II banyak perusahaan bongkar muat lainnya menjadi merugi.
Sebelum
KPPU memutuskan Pelindo II bersalah dalam melakukan tindakan monopoli. Untuk
pertama kalinya di tahun 2013, gabungan perusahaan jasa kepelabuhan mitra
operator Pelindo II melakukan mogok total. Aksi mogok tersebut dikarenakan
Pelindo menguasai hulu sampai hilir pelabuhan.
Kepemimpinan
Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) RJ Lino bukan hanya diguncang aksi mogok
akibat praktik monopoli tetapi juga harus menghadapi ketidakpuasan Serikat
Pekerja PT Pelindo II akibat cara kepemimpinannya. Serikat Pekerja Pelindo II
tidak puas dengan cara kepemimpinan RJ Lino karena kebijakannya berencana
mencari utang sebesar Rp20 triliun kepada World Bank selain itu penunjukkan proses
konsultan pelabuhan tanpa melalui mekanisme tender. Kemudian pengalokasian alat
produksi yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Akibatnya
Serikat Pekerja sepakat untuk meletakkan jabatannya dan hendak melakukan mogok
kerja dan menggandeng pengacara beken, Yusril Ihza Mahendra.
5. Dugaan Kasus Korupsi PLTU
Belawan Libatkan Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji dan Menteri BUMN Dahlan
Iskan
Kejaksaan
Agung memeriksa Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji atas dugaan Tindak
Pidana Korupsi pengadaan flame turbin GT2.1 & GT 2.2. Kasus korupsi di PLN
Belawan tersebut terjadi pada tahun anggaran 2012, dimana dalam pengadaan
barang dan jasa maupun sparepart dilakukan melalui penunjukkan langsung rekanan
pelaksana.
Dalam
kasus tersebut diduga telah terjadi penggelebungan harga (mark up) satuan
barang dan negara dirugikan. Total anggaran untuk penadaan barang, jasa dan
onderdil pada tahun anggaran 2012 diperuntukkan untuk PLTU Blok 2 Belawan
bernilai Rp553 miliar.
Sementara
itu, Asosiasi Kontraktor Kelistrikan Indonesai (AKKLINDO) menduga pemeriksaan
Kejaksaan Agung terhadap Direktur Utama PT PLN NUr Pamudjoi dan direksi lainnya
memiliki potensi mengkaburkan kasus sebenarnya. Seharusnya yang bertanggung
jawab atas kasus tersebut adalah Dahlan Iskan karena pelaksanaan tender LTE GT
2.1 dan 2.2 kala itu Dahlan sebagai Direktur Utama PLN dan Nur Pamudji sebagai
Direktur Energi Primer.
Awalnya
Direksi PLN sepakat menyatakan Mapna Co. memenuhi kualifikasi untuk diundang
dalam tender pengadaan barang spare part GT Siemens tipe V.94.2. Namun pada
awal tahun 2013 Direksi PLN memutuskan pembatalan proses langsung kepada
Siemens yang sedang berlangsung. Bahkan PLN meminta kepada panitia tender untuk
melaksanakan tender pemilihan langsung dengan peserta dibatasi yang hanya
diikuti Siemens AG (Jerman), Ansaldo Energia (Italia) dan Mapna Co. (Iran).
Dalam
proses pelakasanaan tender, PLN akhirnya menunjuk Mapna Co dibandingkan Siemens
AG meskipun harga yang ditawarkan lebih mahal untuk pengadaan LTE GT tersebut.
Apalagi Mapna ternyata tidak memenuhi syarat kelayakan operasional dan
finansial. Bahkan panitia tender juga tidak melakukan pengecekan ke Mapna,
diduga direksi PLN telah melakukan intervensi kepada panitia tender.
2. Kasus
Merger
Merger merupakan sebuah perjanjian
untuk melebur dua atau lebih perusahaan menjadi sebuah perusahaan baru dimana
sebuah perusahaan yang besar akan menguasai sebagian besar sumber daya
perusahaan hasil peleburan tersebut. Merger terjadi ketika perusahaan yang
melebur tersiri dari perusahaan besar dan perusahaan kecil. Berikut ini adalah
contoh dari kasus merger tersebut. Silahkan dinikmati
1). Merger Bank CIMB. Merupakan kasus merger
yang terjadi pada Bank Niaga dan Bank Lippo. Bank Niaga didirikan pada 26 September
1955, dan saat ini lnerupakan bank ke-7 terbesar di Indonesia berdasarkan aset
serta ke-2 terbesar di segmen Kredit Kepemilikan Rumah dengan pangsa pasar
sekitar 9-10%. Bumiputra-Commerce Holdings Rerhad (BCHB) memegang kepemilikan
mayoritas sejak 25 November2002, kemudian dialihkan kepada CIMB Group, anak
perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh RCHB, pada 16 Agustus 2007. Bank Lippo
didirikan pada bulan Maret 1948. Menyusul merger dengan PT Bank Unium Asia.
Bank Lippo mencatatkan sahamnva di Bursa Efek pada November 1989. Pemerintah RI
menjadi pemegang sahaln mayoritas di Bank Lippo melalui program rekapitalisasi
yang dilaksanakan pada 28 Mei 1999. Pada tanggal 30 September 2005, setelah
memperoleh persetu-iuan Bank Indonesia, Khazanah IVasional Berhad mengakuisisi
kepemilikan mayoritas di Bank Lippo.
PT.
Bank CTMB Niaga-Tbk berdiri pada tanggal 1 November 2008. PT. Bank CIMB Niaga
merupakan hasil merger antara PT. Bank Niaga (Persero) Tbk dengan PT. Bank
Lippo (Persero) Tbk. Proses merger dilakukan dengan cara Commerce International
Merchant Bankers (CIMB) Group membeli 51 persen saham Bank Lippo yang dimiliki
oleh Santubong Ventures. anak usaha dari Khazanah. Khazanah sendiri adalah
perusahaan besar dibidang keuangan asal Malaysia. Total pembelian saham Bank
Lippo oleh CIMB Group Rp 5,9 triliun atau setara 2.1 miliar ringgit Malaysia.
Sebagai
gantinya Khzanah akan memperoleh 207,l Juta lembar saham baru di Bank
Bumlputera - Commerce Holding Berhard (BCHB) yakni perusahan pemilik CIMB
Group. Seluruh saham Bank Lippo akan ditukar menjadi sahani Rank Niaga dengan
rasio 2,822 saham Bank Niaga per I lembar saham Bank Lippo. Seluruh asset dan
kewajiban Bank Lippo akan dialihkan ke Bank Niaga. Dalam proses merger tersebut
CIMB menawarkan fasilitas voluntary dan standby facility yang memungkinkan
pemegang saham minoritas dikedua bank untuk melepas saham mereka dan tidak
berpartisipasi dalam proses merger.
2). Merger Bank Danamon Danamon yang
merupakan contoh kasus merger kedua, didirikan pada tahun 1956 dengan nama Bank
Kopra Indonesia. Nama ini kemudian berubah menjadi PT Bank Danamon Indonesia
pada tahun 1976 sampai sekarang. Pada tahun 1988, Danamon menjadi bank devisa
dan setahun kemudian adalah publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Sebagai
akibat dari krisis keuangan Asia di tahun 1998, pengelolaan Danamon dialihkan
di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai BTO
(Bank Taken Over). Di tahun 1999, Pemerintah Indonesia melalui BPPN, melakukan
rekapitalisasi sebesar Rp32,2 triliun dalam bentuk obligasi pemerintah. Sebagai
bagian dari program estrukturisasi, di tahun yang sama PT Bank PDFCI, sebuah
BTO yang lain, melakukan merger yang kemudian mengubah nama menjadi bagian dari
Danamon. Kemudian di tahun 2000, delapan BTO lainnya (Bank Tiara, PT Bank Duta
Tbk, PT Bank Rama Tbk, PT Bank Tamara Tbk, PT Bank Nusa Nasional Tbk, PT Bank
Pos Nusantara, PT Jayabank International dan PT Bank Risjad Salim
Internasional) dilebur ke dalam Danamon. Sebagai bagian dari paket merger tersebut,
Danamon menerima program rekapitalisasinya yang ke dua dari Pemerintah melalui
injeksi modal sebesar Rp 28,9 triliun. Sebagai surviving entity, Danamon
bangkit menjadi salah satu bank swasta terbesar di Indonesia.
3. Kasus
Akuisisi
Akuisisi merupakan pembelian
mayoritas saham sebuah perusahaan oleh individu ataupun organisasi. Akuisisi
domaksudkan agar perusahaan yang diakuisisi dapat dimaksimalkan sumber dayanya
untuk kepentingan perusahaan utama dan kepentingan perusahaan yang diakuisisi tersebut.
Perusahaan yang diakuisisi akan
melaksanakan semua kegiatannya secara normal namun kemudian pertanggung
jawabbanya tidak lagi pada perusahaan itu sendiri, namun kepada perusahaan
pengakuisisi yang bertindak sebagai induk perusahaan.
1). Aqua yang diakuisisi Danone. Contoh
pertama dari kasus akuisisi adalah Aqua yang merupakan produsen air minum dalam
kemasan terbesar di Indonesia. Dimana merek Aqua sudah identik dengan air
minum. Dimana ketika seseorang hendak menebut air minum. Mereka lebih cenderung
mengatakan Aqua meskipun sebenarnya mereknya berbeda. Aqua adalah sebuah merek
air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi oleh Aqua Golden Mississipi di
Indonesia sejak tahun 1973. Selain di Indonesia, Aqua juga dijual di Singapura.
Aqua adalah merek AMDK dengan penjualan terbesar di Indonesia dan merupakan
salah satu merek AMDK yang paling terkenal di Indonesia, sehingga telah menjadi
seperti merek generik untuk AMDK. Di Indonesia, terdapat 14 pabrik yang
memroduksi Aqua. Pada tahun 1998, karena ketatnya persaingan dan munculnya
pesaing-pesaing baru, Lisa Tirto sebagai pemilik Aqua Golden Mississipi
sepeninggal ayahnya Tirto Utomo, menjual sahamnya kepada Danone pada 4
September 1998. Akusisi tersebut dianggap tepat setelah beberapa cara pengembangan
tidak cukup kuat menyelamatkan Aqua dari ancaman pesaing baru. Langkah ini
berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA sebagai
produsen air mineral dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia. Pada
tahun 2000, bertepatan dengan pergantian milenium, Aqua meluncurkan produk
berlabel Danone-Aqua. Pasca Akuisisi DANONE meningkatkan kepemilikan saham di
PT Tirta Investama dari 40 % menjadi 74 %, sehingga Danone kemudian menjadi
pemegang saham mayoritas Aqua Group.
2). Akuisisi BenQ terhadap Siemens. Contoh
kedua dari kasus akuisisi adalah pembelian sebagian besar saham Siemens oleh
BenQ. Siemens merupakan sebuah produsen pronsel dari jerman ini didirikan pada
12 Oktober 1847 oler werner von siemens. Setelah sempat menjadi penguasa pasar
eropa, kemudian pada tahun 2005 Siemens mengalami kerugian operasional sebesar
US$ 170 juta, setelah pangsa pasarnya terus mengalami penurunan. Saat ini,
Siemens hanya menguasai sekitar 5% pasar ponsel dunia, sangat jauh tertinggal
dari Nokia yang menguasai 30% pasar. Kerugian yang didapat tersebut kemudian
memaksa Siemenas menjual saham pada BenQ yang kemudian BenQ akan menggunakan
merek Siemens dalam produknya selama lima tahun sebagai akibat dari perjanjian
akuisisi tersebut. Perusahaan Taiwan tersebut juga akan melakukan take over
terhadap 6.000 pekerja namun hanya sebagai karyawan kontrak.
Kalangan
analis pasar modal menilai, langkah Siemens untuk mengalihkan unit ponselnya ke
BenQ melalui akuisisi yang dilakukan BenQ adalah yang terbaik daripada meningkatkan
dana tunai untuk mempertahankan kestabilan bisnis. Dalam penutupan perdagangan
di Bursa Efek Frankfurt kemarin, saham Siemens naik EUR 1.19 atau 1,94 persen
menjadi EUR 62,40.
4. Kasus
Tender
Persekongkolan dan Manipulasi Dalam
Tender Yang Mengakibatkan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
melarang segala bentuk cara persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain
dengan tujuan mengatur atau menentukan pemenang suatu tender. Hal itu jelas
perbuatan curang dan tidak fair terutama bagi peserta tender lainya. Sebab
sudah inherent dalam istilah ‘tender’ bahwa pemenangnya tidak dapat diatur
melainkan siapa yang melakukan bid yang baik dialah yang menang. Karena itu
segala bentuk persengkongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender
dapat mengakibatkan terjadinya suatu persaingan usaha yang tidak sehat.
Penjelasan Pasal 22 dari UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dimaksud tender adalah
tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk
mengadakan barang-barang, atau untuk mengadakan suatu jasa. Pasal 22
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengasumsikan bahwa persekongkolan terjadi
diantara para pelaku usaha, dengan demikian penerapan ketentuan tersebut harus
menyepakati dua kondisi, yaitu pihak-pihak tersebut harus berpartisipasi, dan
harus menyepakati persekongkolan.
Persekongkolan ini ditujukan untuk
mengakibatkan tender kolusif, artinya para pesaing sepakat untuk mempengaruhi
hasil tender demi kepentingan salah satu pihak dengan tidak mengajukan
penawaran atau mengajukan penawaran pura-pura. Manipulasi tender adalah
kesepakatan antara para pihak agar pesaing memenangkan suatu tender.
Kesepakatan ini dapat dicapai oleh satu atau lebih peserta tender yang sepakat
menahan diri untuk tidak mengajukan penawaran atau oleh para peserta tender yang
menyepakati satu peserta dengan dengan harga lebih rendah dan kemudian
menawarkannya di atas harga perusahaan yang direncanakan (dan dinaikkan).
Proses pelelangan dirancang untuk meningkatkan keadilan dan menjamin bahwa
harga yang serendah mungkin yang diterima. Manipulasi harga dalam suatu tender
akan menghancurkan proses kompetitif ini. Kasus ini sering terjadi atas proyek-proyek
pemerintah.Praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam proyek pemerintah
telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat alam usaha memenangkan tender
proyek tersebut, persaingan yang tidak sehat ini membuka peluang terjadinya
monopoli orang atau perusahaan tertentu dalam proyek-proyek yang berkaitan
dengan pemerintah dan pada gilirannya merugikan masyarakat umum. Mekanisme
manipulasi dalam tender sangat beragam dan bervariasi, tetapi umumnya termasuk
dalam kategori berikut ini:
1.
tekanan penawaran.
Satu atau lebih pesaing setuju
menahan diri untuk tidak mengikuti tender atau untuk menarik penawaran yang
telah diajukan sebelumnya agar perusahaan lain dapat memenangkan pelelangan
itu. Pihak-pihak dalam kesepakatan secara administratif atau melalui pengadilan
dapat menantang penawaran perusahaan-perusahaan yang bukan merupakan pihak
dalam kesepakatan atau dengan cara lain berupaya mencegah mereka mengikuti
lelang, misalnya dengan menolak untuk mensuplai bahan-bahan atau surat
penawaran untuk sub kontrak.
2.
penawaran pelengkap.
Perusahaan-perusahaan yang bersaing
sepakat diantara mereka sendiri siapa yang seharusnya memenangkan lelang dan
kemudian setuju bahwa yang lainnya akan mengajukan harga-harga penawaran yang
pura-pura tinggi untuk menciptakan penampilan persaingan yang bersemangat, atau
perusahaan-perusahaan yang kalah dapat mengajukan harga-harga kompetitif tetapi
disertai dengan syarat-syarat lain yang tidak dapat diterima.
3.
rotasi penawaran.
Para pesaing bergiliran menjadi
pemenang lelang, sedangkan yang lain mengajukan harga yang tinggi.
Perusahaan-perusahaan yang
bersepakat itu secara umum akan mencoba membuat tender-tender dimenangkan
secara merata oleh masing-masing dari waktu ke waktu, pola rotasi yang teratur
merupakan petunjuk adanya persekongkolan dalam tender tersebut.Pasal 22 UU
Nomor 5 Tahun 1999 mencakup konspirasi tender, yaitu suatu hambatan persaingan
yang seringkali dianggap sangat serius. Jika hasil pengumuman tender
menguntungkan salah satu peserta yang mengambil bagian, maka tender tersebut
secara tersirat mengandung pembatasan persaingan harga.
Persengkongkolan tender terjadi
apabila pesaing menyepakati mempengaruhi hasil tender untuk kepentingan salah
satu pihak, dengan cara tidak mengajukan penawaran atau mengajukan penawaran
yang pura-pura saja, dengan penawaran harga tertinggi yang terkoordinasi, yang
mengharap bahwa kontrak diberikan kepada penawar yang memasukkan penawaran
tertinggi. Perilaku tersebut biasanya didasarkan pada harapan bahwa pihak yang
tidak mengikuti tender bersangkutan akan mendapatkan giliran pada tender yang
akan datang berdasarkan kegiatan kolusif yang dilakukan. Tender kolusif
biasanya bermaksud untuk meniadakan persaingan harga dan menaikkan harga.
Dalam kaitan ini UNCTAD, menyatakan
bahwa partisipasi dalam persengkongkolan tender terdapat dalam berbagai bentuk,
yaitu perjanjian untuk mengajukan penawaran identik perjanjian yang menentukan
siapa yang mengajukan penawaran yang termurah, perjanjian tentang penawaran
yang secara sukarela terlalu mahal (cover bid), perjanjian tidak akan bersaing
satu sama lain dalam mengajukan penawaran, perjanjian standar umum untuk
menentukan harga atau kondisi tender, perjanjian ‘memeras’ peserta tender luar,
perjanjian yang sebelumnya mengatur pemenang tender atas rotasi atau alokasi
geografis atau alokasi pelanggaran. Perjanjian-perjanjian dapat meliputi sistim
penyediaan ganti rugi untuk peserta tender yang tidak berhasil berdasarkan
persentase tertentu dari laba yang diperoleh peserta yang berhasil untuk
dibagikan kepada peserta yang tidak berhasil pada akhir jangka waktu tertentu.
Persekongkolan juga bertujuan untuk
melakukan tender kolusif, jika posisi yang melakukan tender dapat
diklasifikasikan sebagai pelaku usaha yang bersepakat dengan seorang penawar
individu potensial untuk mempengaruhi hasil pengumuman tender untuk keuntungan
penawar yang bersangkutan dengan tidak lagi memperhatikan penawaran yang diajukan
oleh penawar lainnya. Pada umumnya, tender kolusif diperlakukan sebagai per se
illegal. Namun demikian, Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menetapkan
bahwa pelanggaran terhadap ketentuan ini akan diperiksa dengan pendekatan rule
of reason. Kalimat yang menyatakan “…dapat mengakibatkan terjadinya…”
mengandung pengertian bahwa tender kkolusif “boleh” dilakuakan asal tidak
“…mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.
Ketentuan ini berbeda dengan
pengaturan tender di negara mana pun, dan akan mempersulit badan pengawas
persaingan usaha, untuk membuktikan apakah tindakan tersebut mendukung atau
merusak persaingan. Hal ini mengingat tender kolusif sama sekali tidak
berkaitan dengan struktur pasar (strucutre), dan tidak terdapat unsur
pro-persaingan sama sekali. Tender kolusif lebih mengutamakan prilaku
(behavior) berupa perjanjian untuk bersekongkol (conspiracy) yang pada umumnya
dilakukan secara diam-diam. Oleh karena itu, terhadap persekongkolan penawaran
tender seharusnya menggunakan pendekatan per se illegal.
Bagaimanapun juga, tender kolusif
sebagai koordinasi persaingan harga merupakan pembatasan persaingan usaha yang
horizontal untuk pembahasan secara terperinci apakah pihak-pihak yang terkait
dianggap pesaing. Persekongkolan yang bertujuan mengakibatkan terjadinya tender
kolusif hanya dilarang jika dapat mengarah ke persaingan usaha yang tidak sehat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 6. persaingan usaha tidak sehat dapat dibandingkan
dengan efek suatu kartel, yaitu kriteria yang terdapat dalam hambatan terhadap
alternatif yang dimiliki pihak lawan dalam pasar dan/atau kebebasan ekonomi
untuk bertindak yang dimiliki oleh pihak luar kartel, dan efek kewajiban
eksklusivitas yang khususnya membatasi saluran/sumber pasokan para pesaing dari
pelaku usaha yang menyebabkan hal tersebut.
Oleh karena itu, hambatan hukum
untuk memulai penyelidikan hal ini berbeda, yaitu bahwa dalam persekongkolan
antara pelaku persaingan usaha harus ditegaskan tentang kemungkinan yang cukup
bagi terjadinya pembatasan kebebasan bertindak pihak luar kartel dan/atau pihak
lawan dalam pasar, dan dalam persekongkolan antara pembeli dan pemasok pun
harus ditegaskan tentang kemungkinan yang cukup bagi pembatasan peluang
terciptanya pasar para pesaing dari pelaku usaha yang menyebabkan hal tersebut.
Persyaratan-persyaratan inilah yang selalu ada dalam persekongkolan untuk
mencapai tender kolusif.
Apabila terjadi suatu kartel tender
kolusif, maka pihak yang mengumumkan tender (bid inviting party) akan mengalami
keterbatasan dalam hal memilih peluang. Apabila terjadi perjanjian antara pihak
yang mengumumkan tender dan seorang penawar yang potensial, maka penawar
potensial yang lainnya akan kehilangan saluran penjualan/sumber pasokan yang
mereka miliki. Namun dalam hal ini perlu diperhatikan De minimis rule, adalah
merupakan prinsip umum bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dibuat atas
dasar berat kuantitatif dan/atau kualitatif dari hambatan persaingan.
Hal ini dilatarbelakangi oleh
pertimbangan bahwa lingkup tindakan dari pihak lawan dalam pasar dan/atau pihak
di luar kartel atau para pesaing yang terkena pengaruh tidak hanya harus
terpengaruh secara abstrak dan teoritis, tetapi juga harus terpengaruh secara kongkrit
dan nyata. UNCTAD menyatakan bahwa “De minimis exemptions are those which are
granted for transactions involving firms with turover or market share below a
certain threshold, which are not consider to affect competition significantly
enough to make it necessary for the law to be made applicable to them or to be
applied by them.”
SUMBER :